Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2017

Little Girl With A Big Dreams

Little Girl With A Big Dreams Judul Cerpen Little Girl With A Big Dreams Cerpen Karangan:  Upriani Rahman Kategori:  Cerpen Cinta Romantis Lolos moderasi pada: 22 March 2017 Pernah mendengar tentang sebuah mimpi besar dari gadis kecil? Jika belum pernah biar aku beritahu kisah yang akan membuat siapapun yang membacanya akan tersenyum geli dan terharu. Ketika itu aku masih lugu. Pernah bermimpi suatu hari seorang pangeran datang menjemputku untuk menikah dengannya. Ia menunggangi kuda putih. Membawa sebuket bunga lili putih. Ia juga membawa cincin berlian yang akan ia pasangkan di jari manisku. Ketika itu, aku mendapati diriku dalam balutan gaun pengantin. Melihat sosok yang selama ini aku kagumi. Ia tersenyum, sangat manis dan menatapku penuh kasih. “Jadi kapan kamu bangun…?” dan.. ternyata itu semua hanya mimpi belaka. Mimpi besar seorang wanita adalah menjadi seorang istri dari pria yang dicintainya. Ketika akhirnya ia bisa menjadi ibu dari anak-ana...

Tabik Sang Pahlawan

Tabik Sang Pahlawan Judul Cerpen Tabik Sang Pahlawan Cerpen Karangan:  Dara Muthia Kategori:  Cerpen Nasionalisme ,  Cerpen Remaja Lolos moderasi pada: 22 March 2017 Sebagian orang menganggap hari Senin adalah hari yang menyebalkan dan menjengkelkan, bahkan ada yang menjuluki hari Senin sebagai Monster Day. Tapi tidak untuk Kiana, baginya hari Senin merupakan hari istimewa untuk semua umat manusia terutama para pelajar di Indonesia. Senin, merupakan hari dimana semua pelajar menunjukan rasa nasionalisme terhadap Indonesia dan rasa hormat terhadap Para Pahlawan yang telah banyak berkorban harta, tahta, serta nyawa demi mendapatkan dan merebut kemerdekaan untuk rakyat, bangsa, dan negaranya. Hari ini, tepatnya pukul enam pagi, Kiana mencium tangan kedua orangtuanya lalu pamit untuk pergi ke sekolah. Saat sampai pukul setengah tujuh, dilihatnya masih banyak lahan parkir yang tersisa seperti biasanya. Apalagi ini Senin, banyak orang yang tidak menyukai har...

Princess Merida

Gambar
Narrative Text: Princess Merida Princess Merida  King Fergus and Queen Elinor ruled the kingdom of DunBroch in Scotland. They had three sons and one daughter, the beautiful Princess Merida. All four children were mischievous! Queen Elinor tried to teach Merida how to behave like a perfect princess. But Merida liked to slip away from the palace to practice with her bow and arrow. She was a skilled archer. One night, the queen announced that three clans were coming to visit. Each would present a suitor to compete for Merida’s hand in marriage. Merida was horrified. “I won’t go through with it!” she shouted. To Merida’s dismay, the suitors arrived as planned. Merida sat waiting on her throne for the archery contest to begin. She knew she could handle a bow and arrow far better than the suitors could! Once the suitors had taken their shots, Merida marched onto the field. The queen yelled for her...

The Ugly Duckling And New Friend

The Ugly Duckling And New Friend One upon time, a mother duck sat on her eggs. She felt tired of sitting on them. She just wished the eggs would break out. Several days later, she got her wish. The eggs cracked and some cute little ducklings appeared. “Peep, peep” the little ducklings cried. “Quack, quack” their mother greeted in return.However the largest egg had not cracked. The mother duck sat on it for several days. Finally, it cracked and a huge ugly duckling waddled out. The mother duck looked at him in surprise. He was so big and very gray. He didn’t look like the others at all. He was like a turkey. When the mother duck brought the children to the pond for their first swimming lesson. The huge grey duckling splashed and paddled about just as nicely as the other ducklings did. “That is not a turkey chick. He is my very own son and quite handsome” the mother said proudly. However, the other animals didn’t agree. They hissed and made fun of him day by day. Even his own ...

Berlayar Merengkuh Petang

Berlayar Merengkuh Petang Cerpen Karangan: Alfi Nurul Afida Lolos moderasi pada: 25 July 2016 Aku hanya seorang pengamen, tak lebih dari itu. Tidur beralas bumi beratap langit lah kemewahan duniawi yang selama ini aku nikmati. Kerjaku tak perlu ijazah, bermodal suara anugerah Illahi serta gitar sewaan, aku raup lembar per lembar rupiah. Meski kantong celanaku lebih sering diperberat logam BI. Sejak kecil, aku tinggal di sebuah perkampungan kumuh. Aku tak pernah tahu siapa orangtuaku. Mak Narti, nenek tua yang mengasuhku dari kecil. Sepeninggal beliau, aku hijrah dari satu tempat ke tempat lain. “Bang, gabung yuk…!”, ajak kerumunan teman sebaya yang tengah diambang sadar. Malam kian larut, keramaian makin tersudut. Aku menyeruput kopi tak jauh dari gerombolan penikmat benda haram. Tak begitu aku tahu jenis-jenis benda itu, yang aku kenali hanya put*w, g*nja, sh*bu-sh*bu, itu saja. Aku pun tahu itu semua dari Joni dan kawan seperjuangannya yang bukan dari kalangan baw...